Basuki T. Purnama [Ahok] 'Justice! - Not Just Charity -'

Basuki T. Purnama (Ahok)

Saya lahir di Gantung, desa Laskar Pelangi, di Belitung Timur, di dalam keluarga yang belum percaya kepada Tuhan. Beruntung sekali sejak kecil selalu dibawa ke sekolah minggu oleh kakek saya. Meskipun demikian, karena orang tua saya bukan orang Kristen, ketika beranjak dewasa saya jarang ke gereja.

Saya melanjutkan Sekolah Menengah Atas di Jakarta dan di sana saya mulai kembali ke gereja karena sekolah saya itu merupakan sebuah sekolah Kristen. Saat saya sudah menginjak pendidikan di Perguruan Tinggi, mama yang sangat saya kasihi terserang penyakit gondok yang mengharuskan beliau dioperasi. Saat itu, walaupun saya sudah mulai pergi ke gereja, tidak jarang saya masih suka bolos juga. Saya kemudian mengajak mama saya ke gereja untuk di doakan dan mujizat terjadi. Mama saya disembuhkan oleh-Nya! Itu merupakan titik balik kerohanian saya. Tidak lama kemudian, mama saya kembali ke Belitung. Saya sendiri di Jakarta mulai sering ke gereja mencari kebenaran akan Firman Tuhan.

Suatu hari, saat kami sedang sharing di gereja pada malam Minggu, saya mendengar sebuah kesaksian Firman Tuhan dari seorang penginjil yang sangat luar biasa. Ia berkata, jika Yesus bukanlah Tuhan, pasti Dia adalah orang gila. Mana ada orang yang mau menjalankan sesuatu yang sudah jelas tidak meng-enak-kan bagi bagi orang tersebut? Yesus telah membaca nubuatan para Nabi yang mengatakan bahwa Ia akan menjadi Raja, - tetapi Raja yang mati diantara para penjahat untuk menyelamatkan umat manusia - dan Ia masih mau menjalankannya! Itu terdengar seperti suatu hal yang biasa-biasa saja, tetapi bagi saya, ini merupakan sebuah jawaban dan sebagai alasan untuk saya percaya kepada Tuhan Yesus.Saya selalu berdoa, "Tuhan, saya ingin mempercayai Tuhan, tapi saya ingin alasan yang masuk akal, cuma sekedar rasa doang saya tidak mau", dan Tuhan Yesus telah memberikan pencerahan kepada saya pada hari itu. Sejak itu, saya semakin sering membaca Firman Tuhan dan saya mengalami Tuhan.

" Setelah sering membaca Firman Tuhan, saya mulai mengerti bahwa Charity berbeda dengan Justice. Charity itu seperti orang Samaria yang baik hati, ia menolong orang yang dianiaya. Sedangkan Justice, kita menjamin orang di sepanjang jalan dari Yerusalem ke Yerikho tidak ada lagi yang dirampok dan dianiaya. Hal ini memicu saya untuk memasuki dunia politik." 

 

Setelah saya menamatkan pendidikan dan mendapatkan gelar Sarjana Tekhnik Geologi (Insinyur Geologi) pada tahun 1989, saya pulang kampung dan menetap di Belitung. Saat itu papa sedang sakit dan saya harus mengelola perusahaannya. Saya takut perusahaan papa saya bangkrut, dan saya berdoa kepada Tuhan. Firman Tuhan yang pernah saya baca, yang dulunya tidak saya mengerti, tiba-tiba menjadi Rhema yang menguatkan dan mencerahkan saya, sehingga saya merasakan sebuah keintiman dengan Tuhan. Sejak itu saya semakin keranjingan membaca Firman Tuhan.

Seiring dengan itu, ada satu kerinduan di hati saya untuk menolong orang-orang yang kurang beruntung. Papa saya sewaktu belum percaya Tuhan Yesus berkata, "kita enggak mampu bantu orang miskin gitu banyak. Kalau satu milyard kita bagikan kepada orang, akhirnya akan habis juga".

Setelah sering membaca Firman Tuhan, saya mulai mengerti bahwa Charity berbeda dengan Justice. Charity seperti orang Samaria yang baik hati, ia menolong orang yang dianiaya. Sedangkan Justice, kita menjamin orang di sepanjang jalan dari Yerusalem ke Yerikho tidak ada lagi yang dirampok dan dianiaya. Hal ini memicu saya untuk memasuki dunia politik.

"Pada saat saya mencalonkan diri menjadi Bupati di Belitung juga tidak mudah. Karena saya merupakan orang Tionghoa pertama yang mencalonkan diri di sana. Dan saya tidak sedikit menerima ancaman, hinaan, bahkan cacian."

Pada awalnya, saya juga merasa takut dan ragu-ragu mengingat saya seorang keturunan yang biasanya hanya berdagang. Tetapi setelah saya terus bergumul dengan Firman Tuhan, hampir semua Firman Tuhan yang saya baca menjadi Rhema tentang Justice. Termasuk di Yesaya 42 yang mengatakan bahwa Mesias membawa keadilan, yang dinyatakan di dalam sila ke-lima dalam Pancasila. Saya menyadari bahwa panggilan saya adalah untuk Justice. Berikutnya Tuhan bertanya siapa yang mau Ku-utus? Saya menjawab, "Tuhan, utuslah aku".

Di dalam segala kekuatiran dan ketakutan saya, saya menemukan jawaban Tuhan di Yesaya 41. Di situ jelas sekali dibagi menjadi empat perikop. Di perikop pertama, untuk ayat 1-7, di sana dikatakan Tuhan membangkitkan seorang pembebas. Di dalam Alkitab berbahasa Inggris yang saya baca (The Daily Bible - Harvest House Publishers), ayat 1-4 mengatakan God's providential control. Jadi ini semua berada di dalam kuasa pengaturan Tuhan, bukan lagi manusia. Pada ayat 5-10, Israel specially chosen, artinya Israel telah dipilih Tuhan secara khusus. Jadi bukan saya yang telah memilih saya, tetapi Tuhan yang telah memilih saya. Pada ayat 17-20 dikatakan Needs to be provided, segala kebutuhan kita akan disediakan oleh-Nya. Perikop yang sering sekali hanya dibaca sambil lalu saja, bisa menjadi Rhema yang menguatkan untuk saya. Sungguh ALLAH kita luar biasa.

Di dalam berpolitik, yang paling sulit itu adalah kita berpolitik bukan dengan merusak rakyat, tetapi dengan mengajar mereka. Maka saya tidak pernah membawa makanan, membawa beras atau uang kepada rakyat. Tetapi saya selalu mengajarkan kepada rakyat untuk memilih pemimpin yang; pertama, bersih, yang bisa membuktikan hartanya dari mana; ke-dua, yang berani membuktikan secara transparan semua anggaran yang dia kelola; dan ke-tiga, ia harus profesional, berarti menjadi pelayan masyarakat dan mau mendengar aspirasi masyarakat. Saya selalu memberikan nomor telepon saya kepada masyarakat, bahkan saat saya menjabat sebagai bupati di Belitung. Pernah, satu hari sampai ada seribu orang lebih yang menghubungi saya, dan saya menjawab semua pertanyaan mereka satu per satu secara pribadi. Tentu saja ada staff yang membantu saya mengetik dan menjawabnya, tetapi semua jawaban langsung dari saya.

Pada saat saya mencalonkan diri menjadi Bupati di Belitung juga tidak mudah. Karena saya merupakan orang Tionghoa pertama yang mencalonkan diri di sana. Dan saya tidak sedikit menerima ancaman, hinaan, bahkan cacian, persis dengan cerita yang ada pada Nehemia 4, saat Nehemia akan membangun tembok di atas puing-puing di tembok Yerusalem. Hari ini, saya ingin melayani Tuhan dengan membangun di Indonesia, supaya 4 pilar yang ada, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinekka Tunggal Ika bukan hanya menjadi satu wacana saja bagi Proklamator bangsa Indonesia, tetapi dapat benar-benar menjadi pondasi untuk membangun rumah Indonesia untuk semua suku, Agama, dan RAS. Hari ini, banyak orang yang terjebak melihat realita dan tidak berani membangun.

"Hari ini saya sudah berhasil membangun itu di Bangka dan Belitung. Tetapi apa yang telah saya lakukan hanya dalam lingkup yang relatif kecil. Kalau Tuhan mengijinkan, saya ingin melakukannya di dalam skala yang lebih besar."

Saya berharap, suatu hari orang memilih Presiden atau Gubernur tidak lagi berdasarkan warna kulit, tetapi memilih berdasarkan karakter yang telah teruji benar-benar bersih, transparan, dan profesional. Itulah Indonesia yang telah dicita-citakan oleh para Proklamator kita. yang diperjuangkan dengan pengorbanan darah dan nyawa.

Tuhan memberkati Indonesia dan Tuhan memberkati Rakyat Indonesia. (P8/NP/EHH)

Sumber : VOICE FGBMFI - Cover Basuki T. Purnama Ahok
------------------------------------------------------------------------------------
Basuki Tjhaja Purnama (Ahok), adalah anggota DPR RI Komisi II dan anggota kehormatan FGBMFI Indonesia. Menikah dengan Veronica dan dikaruniai tiga orang anak, Nicholas, Nathania, Daud. Berjemaat di GKY Pluit (d/h GKJMB)

Comments