Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia. (Ibrani 11:6).
Sebagai orang percaya,
iman kita dibangun di atas fondasi keberadaaan Allah, dan perlakuanNya terhadap
orang yang mencariNya berbeda dengan perlakuanNya terhadap orang yang tidak
mencariNya. Segera setelah benar-benar mempercayai kedua hal itu, kita
mulai menyenangkan Allah, karena kita segera mencariNya. Makna dari mencari
Allah adalah (1) mempelajari kehendakNya, (2) menaatiNya, dan (3) percaya
janji-janjiNya. Ketiga makna itu hendaknya menjadi komponen perjalanan kita
sehari-hari.
Bab ini berfokus pada
perjalanan iman kita. Tetapi, banyak orang hanya mengutamakan iman pada titik
ekstrim yang tidak Alkitabiah, terutama mengutamakan kemakmuran materi. Karena
itulah, sebagian orang ingin sekali melakukan pendekatan kepada pokok masalah
itu. Hanya karena beberapa orang tenggelam di sungai bukanlah alasan kita untuk
berhenti minum air. Kita bisa tetap bersikap seimbang dan mengutamakan Alkitab.
Alkitab memiliki banyak hal untuk diajarkan mengenai pokok persoalan di atas,
dan Allah ingin kita untuk menguji iman kita dalam banyak janjiNya.
Yesus
memberi contoh orang yang beriman kepada Allah, dan Ia mengharapkan
murid-muridNya untuk meneladaniNya. Demikian juga, pelayan pemuridan harus
berupaya untuk menjadi teladan kesetiaan dalam Tuhan, dan mengajarkan
murid-muridnya untuk percaya kepada janji-janji Tuhan. Hal ini sangat penting.
Kita mustahil menyenangkan Allah tanpa iman, dan juga mustahil menerima jawaban
doa-doa tanpa iman (lihat Matius 21:22; Yakobus 1:5-8). Alkitab jelas
mengajarkan bahwa orang yang ragu-ragu takkan mendapat berkat-berkat yang
diterima oleh orang percaya. Yesus berkata, “Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya” (Markus 9:23).
Definisi Iman (Faith Defined)
Definisi iman menurut
Alkitab terdapat dalam Ibrani 11:1:
Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.
Dari definisi itu, kita pelajari beberapa karakter iman. Pertama, orang beriman
mendapatkan jaminan atau kepercayaan diri. Iman berbeda dengan
pengharapan, karena iman adalah “dasar dari segala
sesuatu yang kita harapkan.”
Pengharapan selalu memberi peluang kepada keraguan. Pengharapan selalu berkata
“semoga.” Misalnya, saya dapat berkata, “Saya harap hari ini hujan
sehingga kebunku akan terairi.” Saya ingin hujan turun, tetapi saya
tidak yakin apakah hari ini hujan akan turun. Di lain pihak, iman selalu yakin, “dasar
dari segala sesuatu yang kita harapkan.”
Hal
yang disebut sebagai iman atau keyakinan sering bukanlah iman
menurut definisi Alkitab. Misalnya, orang mungkin memperhatikan awan gelap di
langit, dan berkata, “Saya percaya hari ini hujan akan turun.” Tetapi, ia tidak yakin pasti bahwa hujan akan turun
—ia hanya berpikir ada peluang besar hujan mungkin akan turun. Ini bukanlah iman menurut Alkitab. Iman menurut
Alkitab tidak mengandung unsur keraguan. Iman tak memberikan ruang bagi hasil
apapun selain hal yang Tuhan sudah janjikan.
Iman adalah Bukti dari Segala Sesuatu yang Tidak Kita Lihat (Faith is the Conviction of Things Not Seen)
Definisi dalam Ibrani
11:1 juga menyatakan bahwa iman adalah “bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” Dengan demikian jika
kita bisa lihat sesuatu atau rasakan dengan panca indera kita, maka iman tidak
diperlukan.
Jika seseorang berkata,
“Karena beberapa alasan yang tak dapat saya jelaskan, saya beriman bahwa ada
buku di tangan anda.” Anda tentu berpikir ada sesuatu yang tak beres dengan
orang itu. Anda katakan, “Anda tak perlu percaya bahwa saya memegang buku di tangan saya, karena anda dapat melihat saya
yang sedang memegang buku.”
Iman bukanlah wilayah
yang tak terlihat. Misalnya, ketika saya menulis kata-kata
ini, saya percaya ada malaikat di dekat saya. Nyatanya, saya yakin akan hal
itu. Bagaimana saya bisa begitu yakin? Apakah saya telah melihat malaikat?
Tidak. Apakah saya telah merasakan atau mendengar malaikat terbang melintas?
Tidak. Jika saya telah melihat, mendengar atau merasakan ada malaikat, maka
saya tak harus percaya ada malaikat di dekat saya —saya tahu hal itu.
Jadi
apa yang membuat saya sangat yakin akan kehadiran malaikat?
Keyakinanku berasal
dari salah satu janji Allah. Dalam Mazmur 34:8, Ia berjanji,
“Malaikat TUHAN berkemah di sekeliling orang-orang yang takut akan Dia,
lalu
meluputkan mereka.” Saya tidak punya bukti untuk
kepercayaan saya selain Firman Tuhan. Inilah iman sejati menurut
Alkitab
—“bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” Orang-orang
di dunia sering memakai ungkapan, “Lihat dulu
baru percaya.” Tetapi dalam kerajaan Allah, berlaku hal
sebaliknya: “Percaya
dulu baru melihat.”
Saat kita imani salah satu janji Allah,
seringkali muncul keadaan yang menggoda kita untuk merasa ragu, atau kita
melewati waktu ketika keadaan tampak seolah-olah Allah tak memenuhi janjiNya
karena keadaan kita tak berubah. Dalam keadaan demikian, kita perlu melawan
rasa ragu, menjaga dengan iman, dan tetap yakin di dalam hati bahwa Allah
selalu memenuhi janjiNya. Tak mungkin Allah berdusta (lihat Titus 1:2).
Cara Kita Mendapatkan Iman (How Do We Acquire Faith?)
Karena iman didasarkan pada janji-janji Allah, hanya ada satu sumber untuk
iman yang Alkitabiah --Firman Tuhan. Roma 10:17 berkata, “Jadi, iman timbul dari pendengaran,
dan pendengaran oleh firman Kristus.” (Roma 10:17,
tambahkan penekanan). Firman Tuhan mengungkapkan kehendakNya. Hanya dengan
mengetahui kehendak Tuhan, kita dapat mempercayainya.
Jadi,
jika anda ingin memiliki iman, dengarkan (atau bacalah) janji-janji Allah. Iman
tidak datang hanya dengan berdoa dan berpuasa untuk mendapatkannya, atau
menyuruh orang menumpangkan tangan bagi anda untuk memindahkan iman itu. Iman
hanya datang dari pendengaran akan Firman Tuhan, dan di saat anda mendengarnya,
anda masih harus membuat keputusan untuk mempercayainya.
Di
luar konteks mendapatkan iman, iman kita dapat juga tumbuh makin
kuat. Alkitab menyebutkan berbagai tingkatan iman —dari iman yang kecil
kepada iman sebesar memindahkan gunung. Iman bertumbuh makin
kuat ketika
dipupuk dan diterapkan, seperti halnya otot manusia. Kita harus
terus memupuk
iman kita dengan merenungkan Firman Tuhan. Kita harus terapkan
iman dengan
bertindak dan bereaksi terhadap segala sesuatu sesuai Firman
Tuhan. Ini
termasuk saat-saat ketika kita menghadapi berbagai masalah,
kekuatiran dan
kegelisahan. Allah tidak ingin anak-anakNya kuatir tentang
apapun, tetapi
sebaliknya mempercayakanNya dalam setiap situasi (lihat Matius
6:25-34; Filipi
4:6-8; 1 Petrus 5:7). Tidak kuatir adalah satu cara agar kita
dapat menerapkan
iman kita.
Jika kita benar-benar percaya perkataan
Allah, kita akan bertindak dan berbicara seolah-olah perkataan itu benar. Jika
anda percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah, maka anda akan bertindak dan
berbicara seperti itu. Jika anda percaya bahwa Allah akan menyediakan semua
keperluan anda, anda akan bertindak dan berbicara seperti itu. Jika anda
percaya bahwa Allah mau anda tetap sehat, anda akan bertindak dan berbicara
seperti itu. Alkitab berisi banyak contoh orang yang, di tengah keadaan tak
menyenangkan, bertindak dengan imannya kepada Allah dan akibatnya mereka
mengalami mujizat. Kita perhatikan beberapa contoh dalam
bab ini dan bab tentang kesembuhan ilahi. (Untuk
beberapa contoh, lihat 2 Raja-Raja 4:1-7; Markus 5:25-34; Lukas 19:1-10; dan
Kisah Para Rasul 14:7-10).
Iman berasal dari Dalam Hati (Faith is of the Heart)
Iman menurut Alkitab tak
berfungi di dalam pikiran kita, tetapi di dalam hati kita. Paulus menuliskan, “Karena dengan hati orang
percaya” (Roma 10:10a). Yesus berkata,
Sesungguhnya barangsiapa berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya. (Markus 11:23, tambahkan penekanan).
Sangat mungkin anda merasa ragu tetapi masih beriman di dalam hati dan
menerima janji-janji Allah. Ternyata, sebagian besar waktu ketika kita berupaya
mempercayai janji-janji Allah, maka pikiran kita akan diserang rasa ragu,
dengan pengaruh panca-indera kita dan kebohongan Setan. Selama melewati waktu
itu kita perlu mengganti pikiran yang meragukan janji-janji Allah dan beriman
teguh tanpa pikiran yang terombang-ambing.
Kekeliruan Iman yang Lazim Terjadi (Common Faith Mistakes)
Kadang-kadang ketika
kita mencoba menerapkan iman kepada Allah, kita gagal menerima apa yang kita
inginkan karena kita tidak memfungsikan iman menurut Firman Tuhan. Salah satu
kekeliruan yang paling lazim muncul terjadi ketika kita mencoba mempercayai
sesuatu yang Allah belum janjikan kepada kita.
Misalnya,
tindakan suami-istri yang percaya kepada Allah yang sanggup memberi anak adalah
sesuai Alkitab, karena Firman Tuhan berisi janji yang olehnya mereka dapat
tetap bertahan. Saya kenal pasangan suami-istri yang, menurut dokter, tak akan
bisa punya anak. Tetapi, mereka memilih percaya kepada Allah, dan berdiri atas
dua janji yang disebutkan di bawah ini, dan kini keduanya memiliki anak-anak
yang sehat:
Tetapi kamu harus beribadah kepada TUHAN, Allahmu; maka Ia akan memberkati roti makananmu dan air minumanmu dan Aku akan menjauhkan penyakit dari tengah-tengahmu. Tidak akan ada di negerimu perempuan yang keguguran atau mandul. Aku akan menggenapkan tahun umurmu. (Keluaran 23:25-26).
Engkau akan diberkati lebih dari pada segala bangsa: tidak akan ada laki-laki atau perempuan yang mandul di antaramu, ataupun di antara hewanmu. (Ulangan 7:14).
Janji-janji itu pasti memberi dorongan kepada pasangan yang belum punya
anak! Tetapi, mencoba percaya secara khusus akan mendapatkan anak adalah kisah
lainnya. Dalam Alkitab tidak ada janji khusus yang menyatakan kepada kita
sehingga kita dapat menentukan jenis kelamin anak nanti. Kita harus tetap di
dalam batas-batas Alkitab jika kita mau iman kita dapat berfungsi. Kita hanya
mempercayai Allah untuk mendapatkan janjiNya kepada kita.
Perhatikan janji Firman Tuhan, lalu
tentukan keyakinan kita berdasarkan janji itu:
Sebab pada waktu tanda diberi, yaitu pada waktu penghulu malaikat berseru dan sangkakala Allah berbunyi, maka Tuhan sendiri akan turun dari sorga dan mereka yang mati dalam Kristus akan lebih dahulu bangkit. (1 Tesalonika 4:16)
Berdasarkan ayat itu, kita percaya bahwa Yesus akan kembali.
Tetapi,
dapatkah kita berdoa, meyakini bahwa Yesus akan kembali besok hari? Tidak,
karena penegasan ayat Alkitab di atas dan tak ada janji lain dalam Alkitab bagi
kita. Nyatanya, Yesus berkata bahwa tak seorangpun tahu hari dan jam
kedatanganNya.
Sudah
tentu, kita dapat berdoa sambil berharap Yesus akan kembali besok,
tetapi tak ada jaminan hal itu akan terwujud. Ketika berdoa dengan iman,
yakinlah apa yang kita doakan akan terjadi karena kita memiliki janji Allah
atas iman kita.
Berdasarkan
ayat Alkitab yang sama, kita percaya bahwa tubuh setiap orang percaya yang
telah meninggal akan dibangkitkan kembali ketika Yesus datang. Tetapi bisakah
kita beriman sehingga kita, yang masih hidup ketika Kristus kembali, akan
menerima tubuh yang dibangkitkan kembali di saat yang sama dengan yang diterima
oleh “orang-orang yang mati dalam Kristus”, atau mungkin bahkan sebelum mereka
terima? Tidak, karena ayat Alkitab itu menjanjikan hal berbeda: “orang-orang
yang mati dalam Kristus akan bangkit lebih dulu.” Nyatanya, ayat berikut
berkata, “sesudah itu, kita yang hidup, yang masih
tinggal, akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Tuhan
di angkasa.” (1 Tesalonika 4:17). Jadi, “orang-orang yang mati dalam
Kristus” akan menjadi yang pertama yang menerima tubuh yang dibangkitkan
kembali ketika Yesus kembali. Firman Tuhan menjanjikan demikian.
Jika
kita percaya Allah untuk mendapatkan sesuatu, kita harus yakin kehendak Tuhan
bagi kita untuk menerima apa yang kita mau. Kehendak Tuhan hanya dapat
ditentukan dengan menguji janji-janjiNya yang terdapat dalam Alkitab.
Iman
bekerja dengan cara yang sama dalam ranah alami. Anda akan dianggap bodoh bila
percaya bahwa saya akan berkunjung ke rumah anda besok siang jika saya belum
berjanji untuk melakukan kunjungan itu.
Iman, tanpa janji sebagai panutan,
bukanlah iman —itu kebodohan. Jadi, sebelum anda minta sesuatu dari
Allah, tanya diri anda dahulu —ayat mana dalam Alkitab yang memberikan
janji kepada saya tentang apa yang saya inginkan? Jika anda tidak memiliki
janji, maka anda tak punya dasar atas iman anda.
Kesalahan Umum Kedua (A Second Common Mistake)
Banyak kali orang
Kristen mencoba mempercayai salah satu janji Allah agar menjadi nyata dalam
kehidupannya tanpa memenuhi semua syarat yang menyertai janji itu. Misalnya,
saya mendengar ada orang Kristen yang mengutip Mazmur 37 dan berkata: “Alkitab
berkata bahwa Allah akan memberikan kepadaku apa yang diinginkan hatiku. Itulah
yang kupercayai.”
Tetapi,
Alkitab tidak hanya berkata bahwa Allah akan memenuhi keinginan hati kita.
Berikut ini perkataan sebenarnya:
Dari Daud. Jangan marah karena orang yang berbuat jahat, jangan iri hati kepada orang yang berbuat curang; sebab mereka segera lisut seperti rumput dan layu seperti tumbuh-tumbuhan hijau. Percayalah kepada TUHAN dan lakukanlah yang baik, diamlah di negeri dan berlakulah setia, dan bergembiralah karena TUHAN; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu. Serahkanlah hidupmu kepada TUHAN dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak. (Mazmur 37:1-5).
Beberapa syarat harus
dipenuhi jika kita percaya bahwa Allah akan memenuhi keinginan
hati kita. Faktanya, saya hitung ada delapan syarat dalam janji di atas.
Jika tidak
memenuhi syarat-syarat itu, kita tak berhak menerima berkat yang
dijanjikan. Iman kita tak memiliki
dasar.
Orang Kristen juga suka
mengutip janji dalam Filipi 4:19: “Allahku akan
memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus
Yesus.” Tetapi, apakah ada persyaratan terhadap janji itu? Sudah pasti.
Jika anda periksa
konteks janji dalam Filipi 4:19, anda akan temukan bahwa bukanlah janji yang
diberikan kepada semua orang Kristen. Sebaliknya, janji itulah yang disampaikan
kepada orang Kristen yang adalah pemberi itu sendiri. Paulus tahu Allah akan
memenuhi semua kebutuhan jemaat Filipi karena mereka baru saja mengirimkannya
persembahan. Karena mereka mencari lebih dahulu Kerajaan Allah seperti perintah
Yesus, Allah akan memenuhi semua kebutuhan mereka, seperti janji Yesus (lihat
Matt 6:33). Banyak janji dalam Alkitab, terkait dengan tindakan Allah dalam
memenuhi kebutuhan materi kita, memberikan syarat agar kita lebih dulu menjadi
orang yang suka memberi.
Tidaklah patut kita
berpikir bahwa kita mempercayai Allah demi memenuhi kebutuhan kita jika kita
tidak menaati perintah-perintahNya dalam hal uang kita. Sesuai perjanjian lama
itu, Allah berkata kepada umatNya bahwa mereka dikutuk karena menahan
perpuluhan, tetapi Ia berjanji kepada mereka jika mereka taat memberi
perpuluhan dan persembahan (lihat Maleakhi 3:8-12).
Banyak
berkat yang dijanjikan bagi kita dalam Alkitab tergantung pada ketaatan kita
kepada Allah. Karena itu, sebelum kita mempercayai Allah untuk mendapatkan
sesuatu, kita lebih dulu harus bertanya: “Apakah saya memenuhi syarat yang
menyertai janji itu?”
Kesalahan Umum Ketiga (A Third Common Mistake)
Dalam Perjanjian Baru,
Yesus menyatakan syarat yang berlaku setiap kali kita berdoa dan memohonkan
sesuatu:
Yesus menjawab mereka: "Percayalah kepada Allah! Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya. Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu. (Markus 11:22-24, tambahkan penekanan).
Syarat yang Yesus
nyatakan adalah keyakinan bahwa kita telah menerima ketika kita berdoa. Banyak
orang Kristen keliru mencoba menerapkan imannya dengan meyakini bahwa mereka
telah menerima ketika mereka melihat jawaban atas doa mereka. Mereka
percaya akan menerima dan bukannya
mereka telah menerima.
Ketika
kita meminta sesuatu dari Allah yang telah dijanjikanNya kepada kita, kita
harus percaya kita menerima jawaban ketika kita berdoa dan mulai
mengucap syukur kepada Tuhan atas jawaban doa nanti. Kita harus percaya bahwa
kita telah mendapat jawaban sebelum kita melihatnya dan bukan setelah kita melihatnya. Kita harus memohon kepada Allah dengan ucapan syukur, seperti
yang ditulis oleh Paulus:
Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. (Filipi 4:6).
Seperti saya sebutkan
sebelumnya, jika kita beriman di dalam hati, biasanya kata-kata dan tindakan
kita akan selaras dengan keyakinan kita. Yesus berkata, “…. yang diucapkan mulut meluap dari hati.” (Matius
12:34).
Beberapa
orang Kristen melakukan kesalahan dengan berkali-kali meminta hal yang sama,
yang mengungkapkan mereka belum percaya bahwa mereka telah menerima. Jika kita
percaya bahwa kita telah menerima ketika kita berdoa, maka tak perlu
mengulang-ulang permohonan yang sama. Meminta berkali-kali untuk hal yang sama
adalah wujud keraguan bahwa Allah mendengarkan kita ketika pertama kali kita
meminta.
Tidakkah Yesus Melakukan Permohonan yang Sama Lebih dari Sekali? (Didn’t Jesus Make the Same Request More Than Once?)
Yesus tentu saja membuat permohonan yang sama tiga kali dalam satu waktu
ketika Ia berdoa di Taman Getsemani (lihat Matius 26:39-44). Ingat bahwa Ia
tidak berdoa dalam iman menurut kehendak Allah. Nyatanya, ketika Ia berdoa tiga
kali untuk mendapatkan kesempatan demi menghindari penyaliban, Ia tahu
permohonanNya berbeda dengan kehendak Tuhan. Itu sebabnya Ia menyerahkan
diriNya kepada kehendak BapaNya tiga kali dalam doa yang sama.
Doa
yang sama dari Yesus sering digunakan secara keliru sebagai model bagi semua doa, seperti diajarkan oleh sebagian orang bahwa kita harus selalu
mengakhiri setiap doa dengan kata-kata, “Jika itu kehendakMu”, atau “Bukan
kehendakKu tetapi kehendakMu yang jadi”, mengikuti teladan Yesus.
Jadi
harus diingat bahwa Yesus membuat permohonan yang, Dia tahu,
bukan kehendak
Allah. Mengikuti teladanNya itu ketika kita berdoa menurut
kehendak Tuhan
adalah keliru dan menunjukkan kurangnya iman. Misalnya, untuk
berdoa, “Tuhan,
saya mengaku dosa kepadaMu dan memohon Engkau mengampuni saya
jika itu
kehendakMu”, berarti bahwa hal itu bisa saja bukan kehendak
Tuhan untuk
mengampuni dosa saya. Sudah tentu, kita tahu bahwa Alkitab
berjanji bahwa Allah
akan mengampuni jika kita mengaku dosa-dosa kita (lihat 1
Yohanes 1:9). Jadi, dosa itu mengungkapkan kurangnya iman seseorang
kepada kehendak
Allah.
Yesus tidak mengakhiri
setiap doa dengan kata-kata, “Tetapi bukan kehendakKu, tetapi kehendakMu yang
jadi.” Hanya ada satu contoh doaNya dengan cara itu, dan ketika Ia Sendiri
berkomitmen untuk melakukan kehendak BapaNya, dan tahu penderitaan yang Ia
jalani oleh karena itu.
Di lain pihak, bila kita tidak tahu
kehendak Tuhan dalam situasi tertentu karena Ia belum mengungkapkannya, maka
kata-kata yang layak untuk mengakhiri doa kita, “Jika itu kehendakMu.” Yakobus
menulis,
Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: "Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung", sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap. Sebenarnya kamu harus berkata: "Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu." Tetapi sekarang kamu memegahkan diri dalam congkakmu, dan semua kemegahan yang demikian adalah salah. (Yakobus 4:13-16).
Apa yang harus kita lakukan ketika kita buat permohonan sesuai janji Tuhan
dan memenuhi semua syarat? Kita harus terus bersyukur kepada Tuhan atas jawaban
yang kita yakin telah kita terima sampai hal itu terwujud. Melalui iman dan
kesabaran kita mewarisi janji-janji Allah (Ibrani 6:12). Setan tentunya coba
mengalahkan kita dengan mengirimkan keraguan, dan kita harus sadari bahwa
pikiran kita adalah medan perang. Ketika perasaan ragu menyerang pikiran kita,
kita perlu menggantinya dengan pikiran berdasarkan janji-janji Allah dan
menyebut Firman Tuhan dengan iman. Ketika kita lakukan, setan pasti lari (lihat
Yakobus 4:7; 1 Petrus 5:8-9).
Contoh Iman yang Bekerja (An Example of Faith in Action)
Contoh klasik dalam
Alkitab tentang iman yang bekerja adalah kisah Petrus berjalan di atas air.
Kita baca kisahnya dan pahami pelajaran apa yang didapat dari kisah itu.
Sesudah itu Yesus segera memerintahkan murid-murid-Nya naik ke perahu dan mendahului-Nya ke seberang, sementara itu Ia menyuruh orang banyak pulang. Dan setelah orang banyak itu disuruh-Nya pulang, Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri . Ketika hari sudah malam, Ia sendiri an di situ. Perahu murid-murid-Nya sudah beberapa mil jauhnya dari pantai dan diombang-ambingkan gelombang, karena angin sakal. Kira-kira jam tiga malam datanglah Yesus kepada mereka berjalan di atas air. Ketika murid-murid-Nya melihat Dia berjalan di atas air, mereka terkejut dan berseru: "Itu hantu!", lalu berteriak-teriak karena takut. Tetapi segera Yesus berkata kepada mereka: "Tenanglah! Aku ini, jangan takut!" Lalu Petrus berseru dan menjawab Dia: "Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air." Kata Yesus: "Datanglah!" Maka Petrus turun dari perahu dan berjalan di atas air mendapatkan Yesus. Tetapi ketika dirasanya tiupan angin, takutlah ia dan mulai tenggelam lalu berteriak: "Tuhan, tolonglah aku!" Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia dan berkata: "Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?" Lalu mereka naik ke perahu dan anginpun redalah. Dan orang-orang yang ada di perahu menyembah Dia, katanya: "Sesungguhnya Engkau Anak Allah." (Matius 14:22-33).
Perlu dicatat, suatu
waktu murid-murid Yesus dalam perahu terjebak oleh badai angin di Danau Galilea
(lihat Matius 8:23-27). Selama kejadian itu, Yesus sudah bersama-sama dengan
mereka, dan setelah Ia menenangkan badai angin dengan hardikanNya, Ia lalu
menegur murid-muridNya karena tidak punya iman. Sebelum mereka memulai
perjalanan, Ia telah berkata bahwa Ia mau mereka untuk menyeberang ke sisi lain
di danau itu (lihat Markus 4:35). Tetapi, ketika angin ribut muncul, mereka
lebih yakin akan keadaan-keadaan sekitar, dan pada satu titik mereka yakin
mereka akan segera mati. Paling kurang, Yesus mengharapkan mereka untuk tidak
kuatir.
Tetapi,
kali ini Yesus mengutus mereka melintasi Danau Galilea. Tentu Ia dipimpin oleh
Roh untuk melakukan demikian, dan pasti Allah tahu bahwa malam itu akan muncul
angin yang menghadang perahu mereka. Jadi Tuhan izinkan mereka menghadapi
tantangan kecil bagi iman mereka. Karena hadangan angin itu, perjalanan yang
biasanya ditempuh dalam beberapa jam memakan waktu semalam penuh. Kita harus
akui daya-tahan murid-murid, tetapi kita heran jika salah seorang dari mereka
memiliki iman untuk meredakan angin ribut, satu hal yang telah mereka lihat
ketika Yesus melakukannya beberapa hari sebelumnya. Yang menarik, Injil Markus
menulis bahwa ketika Yesus datang berjalan di atas air ke arah mereka, “Ia hendak melewati mereka” (Markus 6:48). Ia
hampir meninggalkan mereka sehingga mereka menghadapi masalah sendiri ketika
secara ajaib Ia mengikuti mereka! Dengan begitu, tampaknya mereka tidak berdoa
atau mencari Allah. Saya heran berapa kali Sang Pembuat-Mujizat mengikuti kita
ketika kita bersusah payah mengayuh dayung kehidupan melawan angin kesukaran.
Prinsip-prinsip Iman (Principles of Faith)
Yesus menjawab tantangan Petrus dengan satu kata: “Kemarilah.” Jika Petrus berusaha
berjalan di atas air sebelum perkataan itu, ia pasti langsung tenggelam, karena
ia tak punya janji sebagai dasar imannya. Ia mungkin melangkah dengan praduga
bukannya dengan iman. Demikian juga, bahkan setelah Yesus melontarkan
ucapanNya, bila murid lainnya mungkin mencoba berjalan di atas air, ia juga
pasti segera tenggelam, ketika Yesus memberikan janjiNya hanya kepada Petrus.
Tak satupun dari mereka bisa memenuhi syarat dari janji tersebut, karena tak
satupun dari mereka adalah Petrus. Demikian juga, sebelum kita mempercayai
salah satu janji Allah, yakinlah bahwa janji itu berlaku bagi kita dan kita
memenuhi syarat janji itu.
Petrus keluar dari
perahu dan berjalan di atas air. Saat itulah ia percaya, walaupun dia berteriak
karena takut melihat hantu beberapa detik sebelumnya, juga dia ragu-ragu ketika
ia mengambil langkah pertama. Tetapi untuk menerima mujizat, ia harus bertindak
dengan imannya. Seandainya ia memegang tiang perahu dan menurunkan ujung
kakinya ke samping perahu untuk mengetahui apakah air dapat menahan berat
tubuhnya, ia tak akan pernah mengalami mujizat. Demikian juga, sebelum kita
menerima mujizat, kita harus benar-benar percaya kepada janji Allah pada satu
saat, lalu bertindak atas apa yang kita yakini. Ada saatnya iman kita diuji.
Terkadang waktu itu singkat; terkadang lama. Tetapi
akan ada saatnya ketika kita harus mengesampingkan akal pikiran kita dan
bertindak dengan Firman Tuhan.
Petrus
mulanya berjalan maju dengan baik. Tetapi ketika ia berpikir kemustahilan dari
apa yang sedang dilakukannya, dengan melihat angin dan ombak, ia jadi takut.
Mungkin ia berhenti berjalan, takut membuat langkah berikut. Dan barangsiapa
yang telah mengalami mujizat mendapati dirinya sedang tenggelam. Kita harus
tetap teguh dalam iman ketika kita sudah memulainya, dengan bertindak di atas
iman kita. Tetaplah maju.
Petrus
tenggelam karena ia ragu. Seseorang sering tak suka menyalahkan dirinya sendiri
karena kurangnya iman. Sebaliknya ia menyalahkan Tuhan. Tetapi bagaimana,
menurut anggapan anda, reaksi Yesus jika Ia mendengarkan Petrus, ketika ia
kembali dengan aman ke dalam perahu, dengan berkata kepada murid-murid lain,
“Sungguh hanya oleh kehendak Tuhan bagiku untuk menempuh setengah jarak ke arah
Yesus”?
Petrus
gagal karena ia menjadi takut dan kehilangan imannya. Itu faktanya. Yesus tidak
mengecamnya, tetapi segera mengulurkan tanganNya untuk memberi pegangan yang
teguh. Dan Ia segera bertanya kepada Petrus mengapa ia ragu. Petrus tak punya
alasan untuk ragu, karena Firman dari Anak Tuhan lebih pasti dari apapun. Kita
tak pernah punya alasan yang tepat untuk meragukan Firman Tuhan, merasa takut
atau kuatir.
Alkitab
penuh dengan contoh kemenangan sebagai hasil dari iman dan kegagalan sebagai
hasil dari keraguan. Yosua dan Kaleb menduduki Tanah Perjanjian oleh karena
iman mereka selagi sebagian besar orang sezaman mereka mati di padang belantara
oleh karena keraguan mereka (lihat Bilangan 14:26-30). Murid-murid Yesus
mendapat pasokan kebutuhan ketika mereka pergi berdua-dua untuk memberitakan
Injil (lihat Lukas 22:35), namun mereka pernah gagal mengusir roh jahat karena
tak yakin (lihat Matius 17:19-20). Banyak orang menerima mujizat kesembuhan
melalui pelayanan Kristus sedangkan orang-orang sakit di kotaNya Nazareth tidak
sembuh karena tidak percaya (lihat Markus 6:5-6).
Seperti
mereka semua, saya pribadi mengalami keberhasilan dan kegagalan menurut iman
atau keraguan saya. Tetapi saya tidak akan bersedih atas kegagalan saya atau
menyalahkan Allah. Saya tak akan membenarkan diri saya dengan mengecamNya. Saya
tak akan mencari penjelasan teologis yang rumit untuk menemukan kembali
ungkapan kehendak Allah. Saya tahu, mustahil kalau Allah berdusta. Sehingga
ketika saya gagal, saya bertobat dari ketidakpercayaan saya dan mulai berjalan
di atas air sekali lagi. Saya perhatikan, Yesus selalu mengampuni saya dan
menyelamatkan saya agar tidak tenggelam!
Keputusan
diambil: orang percaya diberkati; orang ragu tidak diberkati! Pelayan pemuridan
mengikuti teladan Yesus. Ia sendiri memiliki iman penuh, dan ia mengingatkan
murid-muridnya, “Percayalah kepada Allah!” (Markus 11:22).
diambil dari Heaven's Family heavensfamily.org
Comments
Post a Comment