Renungan Harian | Celebration of Love - Pdt. Samuel Handoko

Renungan Harian Kristen

Kita semua hidup dalam dunia yang dipenuhi dengan kekerasan. Belum lama ini, kita dibuat prihatin dengan kejadian di Connecticut, di mana sedikitnya 20 anak dan 6 orang dewasa menjadi korban penembakan Adam Lanza. Yang sungguh tidak dapat kita pahami, adalah bagaimana Adam membunuh ibu kandungnya terlebih dahulu, dan kemudian pergi ke sekolah tempat ibunya mengajar dan menembakkan senjatanya secara membabi buta kepada anak-anak SD yang tidak berdaya.

Kondisi kehidupan yang keras, memaksa setiap orang untuk tidak mudah mempercayai orang lain. Bahkan saat kita butuh pertolongan, bilamana ada orang yang mendatangi kita untuk menolong, kita masih meragukan dan bertanya dalam hati kita “apakah benar orang itu memang mau menolong kita, jangan-jangan mau memanfaatkan situasi kita untuk memeras kita?” Itulah bukti bahwa kita tinggal dalam dunia yang keras yang menciptakan masyarakat egois. Bagaimana hal itu bisa terjadi?


Kutuk Dosa

Sejak Adam dan Hawa jatuh dalam dosa, manusia dikuasai oleh kutuk, bumi juga terkutuk dan itulah penyebab kekerasan dalam kehidupan. Dalam kehidupan di dunia yang terkutuk berlakulah hukum survival for te fittest – siapa yang kuat, dia yang menang atau yang kita kenal dengan sebutan hukum rimba.

Firman Allah menggambarkan kehidupan yang keras itu dalam Kejadian 3:15-19. Karena kutuk manusia kemudian hidup hanya memikirkan diri sendiri dan akrab dengan permusuhan, kesusahan, penderitaan dan perjuangan yang berat, situasi inilah yang memaksa manusia menjadi seperti yang dikatakan dalam bahasa latin Homo Homini Lupus – Manusia menjadi serigala bagi sesamanya.

Permusuhan bahkan bisa terjadi diantara orang-orang yang terhitung saudara sedarah dan sekandung, yang seharusnya hidup dengan saling tolong menolong, lindung melindungi atau lazimnya disebut dengan istilah Homo Homo Socius (manusia menjadi rekan/teman bagi sesamanya), tapi malah bermusuhan, saling menyerang, menjatuhkan dan menyakiti.

Dimulai dari kisah Kain dan Habel, yang adalah kakak beradik, sekalipun demikian Kain tega membunuh Habel, hanya karena rasa iri, persembahan Habel diterima Tuhan, sedang persembahannya ditolak, sejak itu kekerasan semakin menguasai manusia, sampai di Kejadian 6:5-7, “Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata, maka menyesallah Tuhan, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya. Berfirmanlah Tuhan: “Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka bumi, baik manusia maupun hewan dan binatang-binatang melata dan burung-burung di udara, sebab Aku menyesal, bahwa Aku telah menjadikan mereka.”

“Dunia” yang penuh kekerasan ini sudah berada di bawah maut, keputusan sudah dijatuhkan sejak dari mulanya, karena itu sebenarnya tidak ada pengharapan untuk manusia lepas dari maut. Tetapi dalam kondisi dunia yang keras tanpa pengharapan, Natal menjadi cahaya di tengah kegelapan. Karena “Natal” membuat kita mendengar suara Allah sumber pengharapan itu, berkata “Aku Mengasihimu”.


Kasih Natal

Dari kesadaran akan keadaan itu, saya selalu merindukan hari Natal, karena Natal mengingatkan bahwa terang yang sesungguhnya sudah datang ke dalam dunia yang gelap, dan kegelapan tidak dapat menguasainya. Sesungguhnya yang kita butuhkan untuk hidup dalam dunia yang keras ini adalah “Kasih”.

“Natal” adalah saat kita mendengar Tuhan membisikkan kata “I Love You” dalam jiwa kita, karena itulah saya senang menyebut natal dengan sebutan “The Celebration of God’s love”.

Keindahan dari sebuah “kasih” terlihat dari apa yang disediakan oleh kasih itu: perhatikan kasih Allah, menyediakan: Penebusan melalui AnakNya yang tunggal Yesus Kristus, dan di dalamnya tersedia pengampunan, didalam penebusan terkandung pemulihan, seperti yang dikatakan dalam Yohanes 1:12, “Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya”. Natal mengingatkan kita bahwa Tuhan menyediakan jalan untuk setiap orang dapat kembali kepada Allah, dan hidup dalam kehidupan yang baru.

Karena itu marilah kita, kita menyediakan hidup kita untuk kehadiran bukti kasih Allah, yaitu Yesus.  Saat Dia hadir dalam kehidupan, kita akan menjadi orang yang berbeda, karena dunia akan melihat, bahwa sekalipun kita hidup dalam dunia yang keras, tapi hidup kita justru memancarkan kelembutan yang menghasilkan damai sejahtera. Karena itu janganlah kita hanya sekedar merayakan Natal, karena setelah hari perayaan maka Natal akan berlalu, dan kita kembali dicekam kekerasan, tapi milikilah Natal dalam hidup ini.

Acara perayaan Natal telah berlalu, tetapi keindahan Natal bukan terletak pada acaranya, tapi pada kehidupan yang diubahkan. Kalau Yesus ada dalam diri seorang suami, niscaya suami itu akan memancarkan kelembutan, yang memberikan rasa aman dan nyaman kepada istrinya. Kalau Yesus ada dalam diri seorang istri, maka istri itu akan memancarkan kelembutan, yang memberikan rasa damai bagi suaminya.

Kalau Yesus ada dalam diri seorang ayah dan seorang ibu, maka rumah tangganya memancarkan kelembutan, yang memberikan rasa aman dan nyaman pada keluarga itu, dan rumah tempat tinggalnya menjadi home sweet home.

Bagaimana keadaan saudara? Apakah saudara saat ini sebagai orang yang merayakan Natal atau yang mempunyai Natal? Sungguh Natal adalah anugerah Allah yang harus selalu kita syukuri, it is the celeberation of God’s love. 

Pdt. Samuel Handoko - Gereja Mawar Sharon


Comments