Renungan - Fakta Semut "Belajarlah Bijak"

Amsal 6:6-8 
Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak: biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya, ia menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya pada waktu panen.

Semut adalah komunitas serangga sosial. Mereka tinggal berkoloni berafiliasi ke rumpun serangga bersayap selaput. Kelompok serangga ini merupakan induk dari beberapa macam jenis serangga yang secara ilmiah dinamakan hymenoptera. Dalam kelompok yang besar ini, semut termasuk jenis serangga yang disebut vespoidea. Sebagian ilmuwan menganggapnya sebagai kelompok super famili, dan mereka mengklasifikasikannya menjadi beberapa keluarga. Sementara itu, sebagian ilmuwan lain menganggap semut sebagai satu famili yang mereka sebut formicidae atau keluarga semut. Selanjutnya, keluarga ini terbagi menjadi delapan sub keluarga.

semut, bangsa yang tidak kuat,
tetapi yang menyediakan makanannya
di musim panas
Amsal 30:25
Semut memiliki ciri khas berupa bagian depan perutnya tipis, sepasang alat sensornya (sungut) melengkung seperti siku tangan, dan bila memiliki racun, maka racun ini keluar dari ujung perut. Selain itu, tumpuan perut semut terdiri dari satu atau dua simpul, dan ada banyak sisik pada tumpuan sayap. Setiap koloni semut memiliki seekor betina yang subur, atau lebih dikenal dengan sebutan “ratu”. Terdapat sedikitnya tiga ratu dalam satu sarang semut yang kecil. Sedangkan pada sarang yang besar, bisa jadi ada lebih dari 50 ratu. Sampai saat ini, ilmu pengetahuan belum mampu menguak misteri kerajaan semut. Dalam masyarakat semut, ada beribu-ribu semut betina yang mandul, dikenal sebagai ‘semut pekerja’. Ciri khas semut pekerja adalah tidak memiliki sayap dan tubuhnya jauh lebih kecil dari tubuh ratu. Sementara semut-semut jantan memiliki sayap dan tidak terlihat kecuali di musim kawin untuk membuahi ratu, kemudian langsung mati.

Pada awalnya, ratu adalah semut betina yang bersayap. Tetapi semut ini kehilangan sayapnya tak lama pasca musim kawin dan sebelum mengeluarkan telurnya. Demikianklah, kita dapat melihat setiap koloni semut meliputi tiga kelompok ini; betina, jantan, dan pekerja. Dalam hidupnya, semut-semut pekerja ini melewati dua atau beberapa tahap. Karenanya, jenis semut ini terlihat dengan dua atau beberapa bentuk yang memiliki bentuk fisik dan susunan berbeda sesuai pekerjaan yang diemban dalam berkhidmat kepada wilayah yang dikuasai komunitanya.

Pertama, koloni semut dan sistem kerja di dalamnya: Koloni (wilayah yang diduduki) semut dan tingkatan-tingkatannya terdiri dari hal-hal berikut:
  • Pintu gerbang masuk wilayah.
  • Seekor semut yang masuk ke wilayah.
  • Para penjaga untuk mencegah masuknya makhluk asing.
  • Tingkat pertama dan kedua untuk tempat istirahat para pekerja di musim panas.
  1. Ruang makan.
  2. Gudang tempat penyimpanan persediaan makanan.
  3. Asrama untuk para semut.
  4. Kamar-kamar ratu sebagai tempat ratu mengeluarkan telurnya.
  5. Kandang sapi semut lengkap dengan makanannya.
  6. Kandang lain untuk memerah susu sapi semut.
  7. Sebuah ruang untuk penetasan telur-telur.
  8. Bayi-bayi semut dan telur-telur.
  9. Semut-semut kecil.
  10. Ruangan istirahat semut-semut di musim dingin.
  11. Ruangan istirahat ratu di musim dingin.
  12. Makam untuk menguburkan mayat semut.
Kedua, aktivitas-aktivitas di sarang semut, bahkan juga di luarnya, berjalan sesuai pembagian tugas yang sangat detail yang diproyeksikan untuk merealisasikan sasaran. Semua pekerjaan ini dilaksanakan semut secara berkelompok dalam suasana kebersamaan dan cinta. Tentang kekompakan ini, seorang ahli serangga, Hiber, berkata, “Rahasia dibalik kekompakan dan cinta ini terletak pada kecintaan semua semut pada larva-larvanya dan kerelaan mereka untuk mati demi memelihara dan menjaganya. Induk semut mencintai larva-larvanya dengan suatu kecintaan yang tidak ada tandingannya di alam semesta ini. Terkadang induk semut rela mengorbankan organ manapun dari tubuhnya dan ia tak akan sedikit pun bergeser meninggalkan anak-anaknya yang terbungkus kepompong. Oleh sebab itu, induk semut ini terus mengikuti perkembangan anaknya tanpa beberapa organ tubuhnya. Namun, ia enggan mati sebelum merasa yakin dengan keselamatan kepompongnya ini.”

Aktivitas semut dalam mendekorasi tempat tinggalnya yang memiliki beberapa tingkat dengan bentuk yang beraneka ragam, dan luas yang berbeda-beda demi mewujudkan tujuan yang karenanya rumah ini dibangun; juga aktivitas semut dalam mengumpulkan makanan pokok di ‘benteng’ – demikianlah para ilmuwan menyebut sekumpulan sarang semut dengan ‘benteng semut’ karena ada kemiripan yang besar antara keduanya –, tak lagi membutuhkan bukti setelah manusia melihat sendiri sarang-sarang ini di dalam tanah. Kumpulan sarang ini ditandai dengan adanya lubang di permukaan tanah yang dikelilingi gundukan dari tanah hasil penggalian. Jika lubang ini disingkirkan, terlihatlah benteng semut di bawahnya lengkap dengan berbagai keindahan dan isi di dalamnya.

Ketiga, olah raga dalam kehidupan semut. Para ilmuwan telah bersepakat bahwa semut sangat suka perlombaan, permainan-permainan olah raga dan kompetisi-kompetisi persaudaraan. Tentang fenomena ini, telah dicatat para ilmuwan, seperti Forel, Stambr, dan Stajer. Ilmuwan Hiber mengatakan, “Suatu hari aku mendekati kumpulan semut-semut yang berada di bawah sinar matahari. Semut-semut ini berkumpul dalam jumlah yang sangat banyak. Seolah-olah mereka ingin menikmati hangatnya sinar matahari di luar sarang. Dan saat itu, tak ada seekor semut pun yang bekerja. Manakala aku memperhatikan lebih seksama setiap semut, aku melihat setiap semut ini mendekat pada yang lain sembari menggerakkan sungutnya dengan sangat cepat. Masing-masing semut ini menyentuh sisi dan kepala kawannya dengan kedua kaki depannya, seperti bila mencandainya.

Setelah aba-aba permulaan ini, semuanya mengikuti, dua, dua… mereka bertumpuan pada kaki belakang. Kemudian setiap dua ekor semut saling bergulat. Salah satu memegang rahang bawah yang lain atau sungutnya, kemudian serta merta melepaskannya untuk kemudian menyerang lagi. Tetapi aku melihat pergulatan dan perkelahian ini nihil kekerasan, keinginan menyakiti atau dendam. Berulang kali aku mendatangi kumpulan semut ini untuk melihat permainan dan perlombaan semut sampai aku yakin dengan kebenaran hasil pengamatanku.”

Keempat, perang di dunia semut. Di antara tanda kehidupan berkelompok semut dan bukti kehidupan sosialnya adalah peperangan yang diarungi semut. Ilmuwan serangga, Maurice Maeterlinck, bertutur tentang perang semut dalam bukunya ‘Alam An-Naml (Dunia Semut)’, “Dalam dunia serangga, hanya semut yang memiliki pasukan terorganisir, dan hanya semut juga yang melakukan peperangan agresif. Tradisi perang di dunia semut sangat beragam. Pun postur tubuh dan senjatanya juga berbeda-beda. Ajaibnya, setiap jenis perang yang diarungi manusia ada di dunia semut. Perang terbuka, agresi secara total, mobilisasi pasukan besar-besaran, perang parit, serangan-serangan sporadis, strategi menyelinap, pembasmian (genocida), pengepungan, merangsek, menyerang, lari dan mundur untuk menata strategi, terkadang perselisihan di antara sekutu dan lain sebagainya dari bentuk, seni, strategi, pembukaan dan hasil perang.

Namun, mayoritas semut cenderung suka hidup damai. Tetapi hal ini tidak menghalanginya bertempur dengan gagah berani dan membela masyarakatnya dengan ksatria menjadi obyek serangan. Jarang sekali semut mempertahankan diri memperhitungkan jumlah penyerang atau besarnya fisik mereka. Oleh sebab itu, besar kemungkinan pada akhirnya melihat tekad semut yang diserang untuk mempertahankan diri dengan mati-matian melakukan perlawanan.

Walaupun semut memiliki pengorganisasian pasukan yang baik dan kemampuan berperang, tapi jenis serangga yang kecil ini sangat menghormati hak milik orang lain, hemat dalam mempergunakan makanannya, dan berusaha menghindari segala sebab yang dapat mematik perselisihan, serta mencurahkan semua perhatiannya pada kelestarian sarang tempat mereka hidup.”

Barangkali penelitian terbaru yang telah dipublikasikan tentang kehidupan homogen semut dan gaya hidup bermasyarakatnya, lengkap dengan peperangan dan situasi damai yang mewarnainya adalah penelitian yang dimuat majalah ilmiah Amerika, ‘Perilaku Hewan’, terkait riset-riset ilmiah yang dilangsungkan para ilmuan pada fenomena peperangan semut, di mana mereka membuat replika-replika (patung) kecil menyerupai semut. Replika-replika semut ini bergerak maju di hadapan semut biasa. Kemudian kamera mulai merekam gambar dan suara, bahkan juga bau yang keluar dari pasukan semut ketika berhadapan dengan materi yang disangka musuh ini. Kamera menangkap isyarat-isyarat tanda bahaya yang dikirimkan pasukan pengintai pada pasukan semut lainnya, dan pergerakan pasukan besar semut yang melepaskan gas beracun dari hidung khusus yang telah dipersiapkan untuk hal ini. Rilis ilmiah tersebut menyatakan:

“Pembagian tugas dalam koloni semut berkorelasi erat dengan perbedaan struktur biologis yang jelas. Tentara yang khusus difungsikan melindungi wilayah koloni berciri khas memiliki hidung menonjol (belalai) yang mampu melepaskan bau yang sangat mirip dengan gas beracun. Gas ini dapat membuat pasukan lawan pingsan, bahkan terkadang mati karena tak dapat bernafas. Fungsi mereka tidak berhenti di sini. Melalui semut-semut berbelalai ini, alat peringatan dibunyikan untuk memberitahukan adanya serangan dari pihak luar agar semua bersiap-siap di medan tempur demi mempertahankan ‘tanah air’.

Apabila semut-semut berhidung panjang tugasnya terbatas pada peperangan dan mempertahankan tanah leluhur dan anak cucu, maka ada semut-semut yang khusus mengemban berbagai tugas lain, seperti kebersihan, pembangunan, membuat ventilasi, memproduksi dan kebutuhan-kebutuhan hidup lainnya. Tanda mencolok semut pekerja adalah adanya rahang yang relatif besar sebagai ganti belalai yang dimiliki semut tentara. Sepertinya pembagian tugas yang detail selama ratusan juta tahun telah meninggalkan tanda-tanda anatomis pada kelompok-kelompok semut dalam wujud perbedaan kontruksi fisik kepala dan wajah. Semut-semut berhidung panjang bertugas khusus mengarungi perang tradisional maupun perang kimia. Sedangkan semut-semut berahang besar spesialis menyelesaikan pekerjaan harian dan menggunakan gigi-giginya dalam perang ketika pasukan yang berperang terancam kalah.”

Di samping penelitian ilmiah tentang kehidupan homogen semut dan gaya hidup bermasyarakatnya ini, Universitas Maryland Amerika, akhir-akhir ini juga mengumumkan bahwa para ilmuwannya telah menemukan kebiasaan semut meletakkan makanan yang ditemukannya di atas daun kering untuk difungsikan sebagai tandu yang dapat memudahkannya membawa beban lebih banyak. Para ilmuwan ini telah melangsungkan sebuah percobaan. Dalam percobaan ini, mereka meletakkan gelatin di tanah persis di jalur lalu-lalang semut. Semut-semut ini pun mencari daun yang sudah gugur dan kembali lagi setelah 60 detik, lalu menempatkan gelatin itu di atas daun. Setiap dua semut bergotong-royong untuk memudahkan proses pemindahan gelatin.

Lebih dari itu, para ilmuwan ini telah melihat bahwa semut memiliki tawanan dan budak. Sebagian jenis semut sahara menciptakan perselisihannya dengan memperebutkan hak milik wilayah, sehingga mereka terlibat peperangan dengan kelompok semut lain. Di akhir babak pergulatan, kelompok yang kalah menjadi tawanan kelompok yang menang. Setelah itu, kelompok kalah ini menjadi semut budak.


Semut tidak terhutang dan tidak suka berhutang. Sebaliknya, semut gemar mendermakan apa yang dimiliki kepada siapa saja yang membutuhkan makanan. Fenomena ajaib ini dilatarbelakangi adanya satu organ istimewa pada semut. Yakni sebuah kantong ajaib yang terdapat di pintu masuk perut semut. Mungkin kita bisa menyebutnya dengan ‘dompet sosial’. Keberadaan kantong ini menjelaskan aspek psikologi dan akhlak dalam kehidupan semut. Kantong ini bukan lambung semut. Sebab, kantong ini tidak mengandung kelenjar-kelenjar pencernaan, tapi hanya berfungsi untuk menyimpan makanan yang ditumpuk di dalamnya dalam wujud cairan manis supaya tidak membusuk. Karenanya, kita juga bisa menyebut kantong ini dengan ‘teko gula’ atau ‘kaca kulit’.

Kantong ini benar-benar terpisah dari lambung semut dengan cara yang mengundang kekaguman hebat. Makanan dari lambung tidak sampai ke kantong ini kecuali setelah lewat beberapa hari, yakni ketika makanan telah selesai dicerna dan semut tidak membutuhkannya lagi untuk menghilangkan laparnya. Sedangkan yang tersisa, ia simpan dalam kantong ini. Yang menakjubkan, ternyata kantong ini bisa melar dengan cara yang mencengangkan dan mengambil 4/5 luas lambung, serta mendesak seluruh organ yang ain ke samping. Pun kantong ini juga dapat memanjang hingga besarnya bisa mencapai 8 atau 10 kali besar lambung. Apabila ada dongeng bahwa semut tidak berhutang, ini seratus persen benar. Alasannya, semut suka menyimpan makanan yang ia butuhkan untuk kemudian hari.


Solidaritas Sosial dalam Kehidupan Semut

Pakar semut, Maurice Maeterlinck, mengatakan, “Penelitian dan pengamatan telah menunjukkan bahwa tak dapat disangkal semut merupakan makhluk di dunia ini yang paling cerdik, paling dermawan, paling berani, paling tulus dan paling suka mementingkan orang lain. Ia bisa memberikan semua yang dimiliki tanpa perlu merenung atau berpikir panjang. Selain itu, ia juga tak pernah menuntut kesetiaan (baca: balas budi). Semut tidak merasa memiliki sesuatu, bahkan tidak pula isi dalam tubuhnya. “Dompet sosial” yang menempel pada tubuhnya pun sejatinya untuk tabungan berbuat baik. Ia sudah cukup merasa sangat bahagia bila mampu memberi setiap yang membutuhkan makanan dari kantong ini.”

Sudah banyak penelitian dilangsungkan pada perilaku semut terkait “dompet sosial” ini dan bagaimana semut berinteraksi dengan yang/ lain melalui kantong ini. Para ilmuwan sampai pada satu hasil yang mencengangkan akal dan memunculkan kekaguman serta ketakjuban pada makhluk kecil ini yang banyak kita jumpai di sekeliling kita, bertempat tinggal di rumah kita dan mengerubungi kita saat senggang. Pagi dan sore makhluk ini berseliweran di hadapan kita seolah-olah ingin mengarahkan perhatian kita pada sebagian keindahan kreasi Allah, ketelitian-Nya, tanda kemahiran-Nya dalam menciptakan serta bukti keagungan-Nya. Juga pada sebagian akhlak yang disandangnya dan perilaku yang Allah tetapkan padanya, di mana manusia pun tidak sanggup melestarikannya, bahkan juga tidak bisa menyerukannya.

Telah diungkap, semut-semut dalam satu sarang, semuanya makan dari ruang penyimpanan dan dengan jumlah makanan yang selalu disediakan di hadapan penghuni sarang. Tak ada kekhawatiran seekor semut kelaparan, sedang lainnya kekenyangan. Dalam hal makan, semua penghuni sarang mendapat perlakuan sama. Adapun “dompet sosial” tempat semut menyimpan makanan, itu dipersiapkan untuk memberi makanan semut yang bukan penduduk sarangnya, baik dari satu koloni maupun tidak, yang jauh maupun dekat, yang telah dikenal maupun yang masih asing. Bahkan, akhlak baik dan keindahan perilaku semut sampai mendorongnya mendermakan makanan dari “dompet sosialnya” pada semut musuh atau semut yang menyerang.

Ketika semut mendapati semut lain yang datang untuk menyerang, pertama-tama ia mengendus lambung semut ini. Jika penyerang ini kenyang, perang bisa dimulai. Dan, bila tidak, ia memberikan makanan dari kantongnya agar semut penyerang itu makan hingga kenyang dan semut ini yakin musuhnya benar-benar sudah kenyang. Lantas ia baru bertarung dengannya. Tujuannya, agar ia dan musuhnya dalam kondisi sama, sehingga makanan tidak menjadi alasan hasil akhir peperangan. Yakni yang menang karena kenyang, sedang yang kalah lantaran lapar. Sebab, makanan adalah rezeki Allah yang Dia anugerahkan dan tetapkan untuk makhluk-Nya, sehingga tidak boleh dijadikan alasan untuk melakukan tekanan atau peperangan. Selain itu, bila semut mampu membunuh musuhnya, ia yakin musuh tersebut mati dalam kondisi kenyang dan tidak sedang membutuhkan makan. Atau, bila ia tidak sanggup mengalahkannya dan lari, maka ia dapat menyelamatkan diri.

Di antara kesimpulan yang dicapai penelitian ilmiah dalam masalah ini, bahwa semut tidak pernah menanyai semut lain yang ia temui, baik kawan atau lawan, apakah ia kenyang atau lapar. Pasalnya, bisa jadi pertanyaan ini membuatnya merasa tidak enak. Dan, boleh jadi semut itu malu, sehingga tidak mau mengungkapkan kondisi sebenarnya. Oleh sebab itu, semut berinisiatif mendeteksi lambung kawannya atau musuhnya untuk mengetahui kenyang atau tingkat laparnya. Ini dilakukan dengan sungut, sehingga semut dapat merasa, mencium, melihat, dan memastikan dengan yakin keadaan semut yang ada di depannya.
Saat seekor semut memberi makan kepada semut lain dari “dompet sosialnya”, ia diletakkan di tempat diagnosa ilmiah dan uji laboratorium. Maka, didapati semut ini berada dalam level kebahagiaan dan kegembiraan paling tinggi yang tidak bisa dicapai makhluk lain dalam berinteraksi dengan sesamanya. Ilmuwan Auguste Forel mengatakan, “Ketika semut mengeluarkan makanan dari kantongnya untuk semut lain, nampak perasaan suka cita pada dirinya dan ia merasakan kenikmatan lebih besar dibanding yang dirasakan semut penerima.”

Kebiasaan-kebiasaan Semut

Pertama, tidur. Sebagaimana serangga tingkat tinggi lainnya, semut juga membutuhkan tidur. Terkadang semut tidur pada waktu siang. Jumlah rata-rata waktu tidur yang dibutuhkan semut mencapai sekitar 3 jam. Adakalanya semut memilih tempat tidurnya di lubang yang sesuai di dalam tanah. Ia tidur terlentang dan tidak akan bangung kendati disentuh maupun digoda. Tetapi patukan yang keras dapat membangunkan tidurnya secara tiba-tiba. Apabila semut terjaga dari tidurnya secara alami, ia bangun seperti binatang mamalia dan manusia. Pertama-tama kepalanya bergerak. Kemudian kakinya yang berjumlah enam bergerak membentang dan memanjang hingga batas paling panjangnya. Selanjutnya, seringkali semut bergetar dan mulutnya terbuka lebar persis seperti menguap.

Sebuah catatan dituliskan Malecok seputar pengamatannya pada semut pengetam Amerika, yang memiliki perbedaan bentuk fisik mencolok antara pekerja dan tentaranya. Ia mengatakan, “Semua tentara tidurnya lebih lama. Ketika tidur, semut ini sangat nyenyak sekali dan dalam jangka waktu yang lebih lama dibanding semut pekerja, serta tidak bangun kecuali dengan susah payah dan lambat. Sebagian pengamatan menunjukkan bahwa semut telah mencapai level yang tinggi dalam hal perkembangan akal. Hal ini nampak pada gaya semut dalam senda-gurau dan permainan. Olah raga ini, secara umum, berbentuk permainan perang-perangan yang terjadi antara kelompok semut pekerja dalam satu koloni sebagaimana telah kami uraikan. Tingkah laku semut persis seperti anjing ketika sedang bermain perkelahian di antara sesamanya. Adakalanya semut saling kejar-kejaran sebagaimana dilakukan anak-anak anjing, atau seperti anak-anak yang bermain koboi-koboian.”

Kedua, cara semut menyingkirkan mayatnya. Terakhir, perlu kiranya menyinggung cara yang ditempuh semut untuk menyingkirkan mayat-mayat kawannya. Sebagaian sejarawan alam klasik menyatakan bahwa semut mengadakan acara pemakaman jenazah secara rutim. Dengan formasi dua-dua, semua pekerja memikul mayat dalam sebauh acara arak-arakan yang berakhir di areah pemakaman yang jauh (dari pemukiman). Memang sepertinya ini sedikit terlalu mengkhayal, walaupun kenyataannya sebuah khayalan yang indah. Mayoritas semut sangat antusias untuk menyingkirkan mayat apa pun dari tempat tinggalnya. Jika sekelompok semut tertahan dalam sebuah tempat tinggal buatan dan jatuh banyak korban di antara mereka. Semut-semut yang selamat akan membawa mayat sembari mondar-mandir di semua penjuru tempat tinggal itu. Tak jarang, perbuatan ini memakan waktu berhari-hari hanya untuk mencari tempat pemakaman yang sesuai.

Adapun di alam terbuka, lokasi makam yang biasa digunakan semut adalah tumpukan kotoran dan sampah tertentu yang ada di koloni. Atas dasar ini, mungkin semut menganggap bangkai mayat kawannya sebagai sisa-sisa saja. Dengan begitu, acara pemakaman jenazah yang sakral berganti menjadi sekedar proses menjaga kebersihan tempat tinggal yang didorong semangat semut untuk memelihara kelestarian koloni. Tidak diragukan, semangat ini adalah semacam hasil seleksi alam yang diperoleh semut. Namun begitu, telah terbukti bahwa semut yang suka mencuri, dikenal dengan nama semut sanguinea, menggunakan tempat yang jauh dari pemukiman untuk menguburkan mayat kawan-kawannya dan mayat para semut budak.

(dengan perubahan seperlunya)

Artikel dan Renungan
diambil dari KisahMuslim.com

Comments