Renungan Harian | Topeng Ambisi - Pdt. Samuel Handoko

Renungan Harian Kristen
Tidak mudah bagi siapapun untuk memimpin satu bangsa yang besar berjalan kaki menuju ke sebuah tanah perjanjian. Demikian juga Musa, di mana ia harus mengalami pemberontakan dari bani Korah, Datan dan Abiram (Bilangan 16:1-50).

Korah adalah keturunan Lewi, sedang Datan, Abiram dan On bin Pelet adalah keturunan Ruben. Mereka bersekongkol mempengaruhi 250 orang pemimpin kenamaan Israel untuk melawan Musa. Jadi ini adalah pemberontakan yang besar, mereka memiliki seorang dari keturunan Imam (Lewi) dan 250 orang pemimpin kenamaan di antara orang Israel, sehingga bisa dikatakan kelompok mereka mewakili seluruh bangsa Israel.

Perlawanan ini, dimulai dengan pemikiran, yang terwujud melalui kata-kata mereka, yaitu "Sekarang cukuplah itu! Segenap umat itu adalah orang-orang kudus, dan TUHAN ada di tengah-tengah mereka. Mengapakah kamu meninggi-ninggikan diri di atas jemaah TUHAN?" (ayat 3).


Topeng ambisi

Pemikiran ini, berdasarkan pemihakan kepada orang-orang Israel, dan menganggap bahwa Musa sudah memerintah dengan semena-mena atas Israel. Jadi mereka melawan Musa, demi memperjuangkan hak bangsa Israel. Tapi yang sebenarnya ada di dalam hati Korah adalah, dia menginginkan jabatan sebagai Imam besar (ayat 10). Jadi ada ambisi pribadi dari Korah. Dan rupanya ambisi ini tidak jauh berbeda dengan Datan, Abiram dan On, yang mana mereka juga memiliki ambisi untuk mengambil alih kursi Musa. Mereka menganggap bahwa Musa telah gagal dalam menjalankan misi membawa Israel keluar dari Mesir menuju ke tanah perjanjian. Perhatikan yang mereka katakan ketika diundang oleh Musa:

”Belum cukupkah, bahwa engkau memimpin kami keluar dari suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya untuk membiarkan kami mati di padang gurun, sehingga masih juga engkau menjadikan dirimu tuan atas kami? Sungguh, engkau tidak membawa kami ke negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya, ataupun memberikan kepada kami ladang-ladang dan kebun-kebun anggur sebagai milik pusaka. Masakan engkau dapat mengelabui mata orang-orang ini? Kami tidak mau datang." (ayat 13-14).

Jadi kita dapat melihat bahwa pemberontakan terhadap otoritas mempunyai ciri: pertama, memakai motif memperjuangkan dan membela hak orang banyak. Kedua, bersifat agitatif, yaitu mudah menyebar seperti virus, sehingga menimbulkan sentimen. Dalam kasus ini, 250 orang pemimpin yang ternama dari Israel terpengaruh.Ketiga, ketika kelompok yang terpengaruh menjadi besar, maka terjadilah kegerakan pemberontakan terhadap otoritas. Inilah yang disebut momentum. Keempat, penggeraknya dikuasai oleh ambisi pribadi, sekalipun memakai stempel memperjuangkan dan membela orang banyak. Dan hampir bisa dipastikan, bahwa pemberontakan kepada otoritas, selalu berasal dari ambisi pribadi.

Yang harus kita lihat dari peristiwa ini adalah, bahwa semua kepemimpinan yang bersifat theokrasi, kalau dilawan, sebenarnya bukan melawan manusia, tetapi melawan Tuhan yang telah memilih dan memanggil pemimpin itu. Lalu, bagaimana kalau ternyata orang pilihan Tuhan tersebut menyelewengkan otoritasnya? Hak kita hanya mendoakan dan memberi nasehat, selebihnya Tuhan yang akan bertindak, seperti contoh dari peristiwa Imam Eli.


Respon Allah

Sekarang perhatikan bagaimana Tuhan memberikan respon terhadap pemberontakan itu: pertama, Tuhan tidak berkenan dan marah kepada para pemberontak itu, sehingga Tuhan berkata kepada Musa."Pisahkanlah dirimu dari tengah-tengah umat ini, supaya Kuhancurkan mereka dalam sekejap mata." (ayat 21).

Kedua, Tuhan merespon doa dari Musa, untuk membela orang yang tidak bersalah dan untuk menjatuhkan hukuman kepada yang bersalah (ayat 22-27). Penting juga untuk kita belajar bagaimana Musa menanggapi pemberontakan itu:pertama, Musa membawa masalah itu ke hadapan Tuhan (ayat 4). Kedua, Musa tidak mau dipengaruhi dengan rasa amarahnya, sekalipun dia dalam kondisi marah (ayat 15–18).

Pemberontakan adalah sikap yang salah, dan sikap yang salah tidak boleh ditanggapi dengan salah juga, hal itulah yang ada di dalam pikiran Musa. Memang kejahatan tidak boleh dibalas dengan kejahatan. Pembalasan dan penghakiman adalah hak Tuhan. Musa sadar bahwa sekalipun pemberontakan itu ditujukan kepada dirinya, tapi sebenarnya Tuhanlah yang digugat oleh mereka, karena kepemimpinan Musa bukan berdasarkan keputusannya sendiri tapi keputusan Tuhan.

Demikian juga dengan kita, saat kita berada di bawah otoritas Illahi, jangan sekali-kali kita terlibat dengan pemberontakan terhadap otoritas, karena hal itu akan membangun spirit yang negatif.

Dalam keadaan apapun lebih baik kita tetap dalam posisi tunduk, menjaga hati untuk tetap positif dan bertahan dalam kasih. “Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan.” (Roma 12:19)

“Sebab kita mengenal Dia yang berkata: "Pembalasan adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan." Dan lagi: "Tuhan akan menghakimi umat-Nya."" (Ibrani 10:30).

Pdt. Samuel Handoko

Comments