Masa transisi akan terjadi dalam kehidupan kita, seperti peralihan generasi, dari dinasti bapak ke anaknya, reposisi, perpindahan fungsi/kedudukan seseorang. Bisa juga masa transisi berlaku pada saat ada perubahan situasi kepemimpinan dalam masa-masa yang sulit. Setiap dari kita akan menjadi pemimpin, minimal atas diri sendiri. Bagaimana memimpin pada masa-masa transisi yang sulit? Kita dapat belajar pengalaman itu dari Rehabeam, Anak Salomo, Cucu Daud, dari kitab 1 Raja-raja 12:1-24 -"Pecahnya kerajaan itu".
Bijaksana
Hanya karena seseorang sudah tua bukan berarti dia menjadi bijaksana. Kebijaksanaan tidak tergantung dengan usia.
Rehabeam dinobatkan menjadi raja saat ia berusia 41 tahun, usia yang tidak muda lagi, tapi juga tidak bisa dikatakan anak-anak. Namun dari kisah itu, bisa dilihat bagaimana Rehabeam tidak bijaksana sama sekali. Meski sudah memasuki kepala empat, Rehabeam tidak bisa menjadi raja yang bijaksana menggantikan ayahnya, Salomo.
Kepemimpinan tidak bisa terjadi karena penobatan, melainkan pertobatan. Urapan yang ada dalam diri anda, dalam pekerjaan anda, harus dikerjakan pelan-pelan, karena Tuhan mengerjakannya setahap demi setahap, bukan instan. Kita boleh percaya akan mujizat, tapi fungsinya akan berbeda dalam hal kepemimpinan. Kepemimpinan muncul karena adanya kesetiaan dan ketaatan. Untuk area itu, Rehabeam tidak memilikinya.
Ketika Yerobeam bertemu dengan Rehabeam untuk mewakili aspirasi dari rakyat Israel yang mendapat beban tanggungan dari kepemimpinan Salomo, Rehabeam bertindak kurang bijaksana. Keputusan yang tidak bijaksana ini akhirnya memecah kerajaannya sendiri.
Orang yang bijaksana mestinya mau mendengar, terutama dari sumber yang benar. Belajarlah mendengar secara selektif, dengan mencari dan mendapatkan masukan dari orang yang tepat. Jangan mendengar pendapat dari semua orang. Namun, pilihlah orang yang tepat untuk memberi pendapat terhadap kita. Hargailah orang-orang seperti ini di sekitar kita.
Anak yang susah mendengarkan orang tua, tidak akan dekat 2 dengan Tuhan. Orang tua yang tidak mau mendengarkan anaknya, biasanya juga menjadi orang yang keras kepala. Kalau kita mau melihat tuntunan, berkat dan solusi dari Tuhan, belajarlah untuk mendengar. Kebijaksanaan kita peroleh karena takut akan Tuhan. Namun, kelanjutan hikmat adalah bagaimana kita dapat menggunakannya untuk membedakan situasi, menguji dan menilai keadaan.
Terkoneksi ke atas
Berikut 3 hal yang bisa dilakukan pemimpin di masa sulit:
Pertama, pemimpin yang bijaksana seharusnya terkoneksi ke atas (generasi sebelumnya) dan ke bawah (rakyatnya). Selalu minta tuntunan dari generasi sebelumnya untuk memutuskan secara benar dari pengalaman yang pernah mereka alami. Juga, dengarkanlah masukan dari rakyat dan orang-orang di sekitarmu. Janganlah menjadi disconnect dan menjadi salah dalam pengambilan keputusan. Jangan menjadi lonely leader yang memiliki banyak kegalauan dan pertanyaan dalam hidupnya sendiri, seolah tidak siap dengan masa kepemimpinan yang sekarang diperolehnya.
Kedua, jadilah pemimpin manusia yang manusiawi. Rangkul isu yang ada, lihatlah manusia yang Anda pimpin, fokus pada solusi, maka keputusan yang diambil menjadi tepat sasaran.
Rehabeam bertanya pada penasihatpenasihat ayahnya dan juga kawan-kawan sebayanya, dan lihatlah bagaimana Rehabeam malah memilih menyetujui saran dari kawan-kawannya yang masih“muda” kebijaksanaanya, yang justru menjerumuskannya dan memecah kerajaaannya.
Generasi anak muda harus tetap bisa bergaul dan berkoneksi dengan generasi orang tuanya. Itu akan menjadi batu loncatan kedua dalam menghadapi permasalahan yang berikutnya pasti akan dihadapi, setelah orang tua yang menjadi batu loncatan pertama. Para orang tua, ceritakanlah bagaimana menjalani kehidupan yang baik kepada anak-anak. Ajari mereka bagaimana cara-cara mengambil keputusan di masa-masa sulit. Jadilah misionaris bagi anak-anak kita sendiri.
Ketiga, pemimpin yang bijaksana selalu rendah hati. Kerendahan hati membuatnya mau mengabdi sepenuhnya untuk kepentingan rakyatnya. Hati-hatilah menggunakan mulut kita, pilihlah kata-kata yang akan anda gunakan dengan bijaksana, apalagi dalam masa-masa transisi.
Itulah tiga sifat seorang pemimpin yang bijaksana dalam memimpin dalam suatu masa gonjang-ganjing. Orang bijaksana tidak perlu terlambat bertindak. Orang berhikmat tidak perlu “dipukul” dahulu baru datang kepada Allah. Belajarlah dari Daud, bukan dari Rehabeam. Jadilah pemimpin yang baik dan bijaksana, bukan yang bebal. Mulailah dengan menjadi orang yang mau dipimpin Tuhan!
(disadur dari kotbah Ps. Philip Mantofa – Ibadah III GMS Pusat, 4 Agustus 2019)
Comments
Post a Comment