[Renungan] Brave Heart - Pdt. Samuel Handoko

Ada sebuah cerita tentang seorang yang mengendarai sebuah kendaraan bak terbuka, melewati sebuah jalan desa yang sepi dan tidak beraspal, panjang jalan itu 4 km sampai di desa tujuan. Dia berpapasan dengan seorang kakek yang berjalan kaki sambil memikul dagangannya, maka timbullah rasa kasihan, sebab perjalanan ke desa masih cukup jauh, kondisi jalan bergelombang dan berdebu, kemudian dia menghentikan mobilnya dan menawari bapak itu untuk naik ke bak belakang pick up nya, maka naiklah kakek itu dengan barang dagangannya ke bak belakang pick upnya. Setelah sekian lama kendaraan berjalan, si sopir mendengar suara nafas yang kepayahan, kemudian dia menoleh untuk melihat ke belakang, dan astaga, ternyata kakek itu walaupun sudah berada di mobil tapi dia masih berdiri dengan memanggul barang dagangannya, makanya dia kepayahan mempertahankan diri tidak jatuh sambil memikul bebannya.
Waktu saya mendengar cerita itu, saya tertawa, karena kekonyolan kakek yang lugu itu, tapi cerita ini juga menyadarkan saya, bahwa seringkali kita seperti kakek itu dalam kehidupan kita bersama Tuhan.
Kita sudah tahu Firman Tuhan “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” (Matius 11:28). Sekalipun kita berkata “Aku percaya” tapi seringkali kita bertindak seperti kakek dalam cerita di atas, kita tidak pernah mengijinkan Dia mengambil beban hidup kita, sehingga hal itu membuat kita "kepayahan".

Manusiawi
Kekuatiran adalah manusiawi, artinya tidak ada seorang pun manusia yang tidak pernah mengalami kekuatiran, karena manusia terbatas. Kekuatiran menjadi masalah kalau seseorang mengalaminya secara berlebihan, sehingga kekuatiran itu berubah menjadi ketakutan.
Ketakutan adalah beban dalam kehidupan, karena orang yang takut tidak mempunyai keberanian berhadapan dengan apa yang ditakutinya. Reaksi yang muncul dari orang yang takut adalah menghindari atau menyembunyikan diri.
Bagi orang beriman, kekuatiran adalah penanda untuk kita bergerak dalam zona iman, karena iman akan membawa kita masuk ke dalam sumber yang mempunyai kuasa tak terbatas, yaitu Tuhan. Iman akan membuat seseorang menyediakan tempat untuk kehadiran Tuhan dalam hidupnya. Bagaimana caranya bergerak dalam zona iman? Petrus mengatakan, “Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.” (I Petrus 5:7-11)
“Serahkanlah“ artinya adalah berikan, bisa juga berarti lemparkan, lepaskan, atau berarti percayakanlah. Mempercayakan adalah tindakan iman, seperti kita naik sebuah mobil, maka kita sedang mempercayakan diri kita kepada mobil dan sopir yang mengendarai mobil tersebut. Saat kita masuk dan duduk dalam mobil itu, maka kita sudah tidak lagi mempertanyakan apakah mobil ini kuat menahan berat tubuh kita, atau apakah sopir ini bisa mengemudikan mobilnya? Sebab kalau kita masih dipenuhi pikiran tersebut, maka kita akan tertekan selama berada dalam mobil itu.

Kelegaan
Perkataan Petrus di atas diambil dari pengalamannya sendiri. Dalam Kisah Para Rasul 12:3-12, Petrus baru saja ditangkap oleh Herodes, yang baru saja menghukum mati Yakobus saudara Yohanes. Tahu bahwa ia menghadapi bahaya yang serius, maka normal kalau dia kemudian juga kuatir. Namun, meski tangan diborgol dan kaki dipasung, Petrus tetap bisa tidur nyenyak. Malaikat bahkan harus menepuk Petrus untuk membangunkannya (ayat 6-7).
Petrus dapat tidur nyenyak di tengah masalah karena dia menyerahkan segala kekuatirannya kepada Tuhan. Dia percaya bahwa Tuhan tetap menyertainya. Bahwa Tuhan tidak akan tinggal diam. Kalau pun Tuhan menghendaki dia mati, dia percaya bahwa kematiannya tidak akan sia-sia. Bahkan dia bersyukur bisa mengalami penderitaan Kristus. Dengan kepercayaan seperti itu, maka jiwa dan roh Petrus tetap tenang dan tidak gelisah. Kekuatirannya tidak berkembang menjadi ketakutan.
Hal penting yang perlu kita ketahui tentang kekuatiran adalah, bahwa sekalipun hal itu manusiawi, kita harus tetap mewaspadainya, supaya kekuatiran tidak berkembang menjadi ketakutan. Karena ketakutan dapat menjadi senjata bagi iblis untuk "memangsa" kita. “Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.” (ayat 8).
Mari kita bergerak dalam zona iman! “Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama. Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya. Ialah yang empunya kuasa sampai selama-lamanya! Amin." (ayat 9–10).

(Pdt. Samuel Handoko)

Comments