Kisah Nyata - Penulis Musik Rohani Kristen 'Buta'

....  "Aku percaya Tuhan mengijinkan aku menjadi buta karena keteledoran dokter yang merawatku, sebagai sarana-Nya menjadikan kebutaanku sebagai berkat." "Tentang kebutaanku ini ya Tuhan, ada yang ingin kusampaikan pada-Mu. Mulanya, aku sulit menerimanya. Kemudian aku belajar untuk menerimanya. Sekarang, sesuatu yang lebih baik terjadi. Aku mensyukurinya!"
Musik rohani Kristen di pertengahan abad ke-19 selalu dihubungkan dengan nama-nama seperti Moody, Sankey, Bliss dan Crosby. Crosby diakui sebagai seorang yang benar-benar mampu menggerakkan kemajuan lagu-lagu rohani di Amerika pada masa itu. Ia diperkirakan menulis lebih dari 8000 teks lagu rohani selama hidupnya.

Fanny Jane Crosby dilahirkan dari keluarga sederhana di Southeast, New York tanggal 24 Maret 1823. Karena penanganan medis yang tidak tepat, ia mengalami kebutaan pada usia enam minggu. Selama hidupnya, ia adalah penganut agama Kristen yang setia di St. John's Methodist Episcopal Church di New York. Ia bersekolah di New York School, khusus untuk penyandang tuna netra dan mengajar di sekolah itu juga. Pada tahun 1858, ia menikah dengan seorang pemusik tuna netra, Alexander Van Alstyne, seorang guru musik yang paling dihormati di kalangan institusi untuk tuna netra.
Lagu dari PPK 137 yang berjudul "Tuhan Sertailah Hamba" merupakan lagu yang ditulis berdasarkan pengalaman Crosby karena kebutaannya. Dalam otobiografinya ia menulis, "Aku percaya Tuhan mengijinkan aku menjadi buta karena keteledoran dokter yang merawatku, sebagai sarana-Nya menjadikan kebutaanku sebagai berkat." Lebih lanjut ia menulis bahwa suatu kali ia berdoa demikian, "Tentang kebutaanku ini ya Tuhan, ada yang ingin kusampaikan pada-Mu. Mulanya, aku sulit menerimanya. Kemudian aku belajar untuk menerimanya. Sekarang, sesuatu yang lebih baik terjadi. Aku mensyukurinya!"
Crosby terus-menerus bersandar pada kehadiran dan anugerah Tuhan yang selalu menopang hidupnya. Kesaksian ini ia tuliskan dalam lagu "Tuhan Sertailah Hamba" yang dapat kita pujikan bersama-sama dalam Kebaktian Umum di gereja. Diceritakan pula, Crosby selalu bertelut dan berdoa sebelum ia menulis lagu-lagu rohani. Ini menunjukkan betapa dekat hubungannya dengan Tuhan.
Ketika kita menyerahkan ke dalam tangan Tuhan, maka tragedi seluruh hidup kita yang mungkin akan menghancurkan atau merusak kehidupan kita akan dibuat-Nya menjadi sarana dan sumber berkat untuk pemahaman yang paling dalam akan kehendak Allah. Dalam bayang-bayang kegelapan kehidupan kita, Allah senantiasa melihat anak-anak-Nya. Seperti Fanny Crosby, kita juga akan dimampukan untuk hidup dekat dengan Allah dan mendengar suara-Nya yang memberi kita kedamaian. Tidak ada suara yang lain yang dapat menenteramkan hati kita kecuali suara Allah, yang memiliki kita.
Sumber:
  • Kenneth W. Osbeck: 101 Hymn Stories, Grand Rapids: Michingan 49501, Kregel Publications 1982.
  • Henry Gariepy: Songs in the Night, Inspiring Stories behind 100 Hymns Born in Trial and Suffering, Grand Rapids: Michingan 49503,
  • gema.sabda.org

Comments